-
SETETES ILMU DARI GURU YANG IKHLAS
January 7, 2019 Kolom Pendidikan
-
SETETES ILMU DARI GURU YANG IKHLAS *
Oleh Drs. K. H. Suroso, M.Pdi.
“Tugas Guru adalah meneteskan setetes Pemahaman Ilmu, maka setetes pemahaman itu yang akan membuka masa depan putra putri kita”
Seorang Guru akan dihadapkan kepada seribu macam tabiat dan bermacam kecerdasan anak-anak. Ada anak yang dengan cepat menerima dan memahami satu topik pelajaran yang dijelaskan oleh guru, sebaliknya ada juga yang lambat memahaminya. Seorang guru dihadapkan kepada seribu macam perilaku anak-anak. Ada anak yang manutan, mudah menerima arahan guru, sebaliknya ada juga yang protesan, terasa agak bandel ketika diarahkan guru. Seorang guru juga dihadapakan kepada seribu problematika anak, baik yang terbawa ke madrasah maupun muncul dari interaksi di lingkungan sekolah. Kurang lebih tujuh jam dikali 6 hari anak-anak bersama dan berinteraksi dalam sebuah lingkungan sekolah.
Tugas utama guru adalah mendampingi semua anak dengan keragamannya ini. Namun, kenyataan saat ini di Indonesia, guru banyak disibukkan dengan administrasi-administrasi yang tidak berkaitan langsung dengan tugas guru mendampingi anak belajar di sekolah. Guru disibukkan mengisi aplikasi ini dan itu, mencatat apa yang dilakukannya pada hari itu, belum harus online yang terkadang sistem aplikasinya ini error dan lain sebagainya. Belum, saat guru belum bisa memenuhi dan melengkapi surat-surat administratif untuk pencairan tunjangan, misalnya. Akhirnya yang terjadi, guru lupa dengan tugas utama pendampingan pembelajaran di sekolah. Selain itu, ada sebagian guru yang sedang memiliki persoalan sendiri dari keluarga atau sesama teman kolega kerjanya, misalkan persoalan ekonomi, honor yang belum terbayar, siswa yang sedikit, dan lain sebagainya.
Apa kunci untuk menghadapi semua ini? Kuncinya adalah ikhlas. Ikhlas, dengan tulisan huruf tebal sebagai penekanan, itu adalah kunci yang sesungguhnya dari seseorang yang telah mendedikasikan sebagai seorang guru. Guru harus ikhlas dengan keragaman kemampuan siswa, guru harus ikhlas dengan keragaman kecerdasan siswa, guru pun harus ikhlas dengan honor yang diterimanya, guru pun harus ikhlas berpagi-pagi ria meninggalkan rumah, meninggalkan anaknya, suami atau istrinya, demi untuk menyambut kehadiran siswa. Belum lagi, guru-guru yang madrasahnya yang terletak dikawasan geografis pegunungan. Sekali lagi, Ikhlas adalah kunci ini semua.
Rasa ikhlas yang tertanam didalam guru adalah menerima keragaman siswa sebagai suatu takdir Allah. Yaitu, kecepatan atau lambatnya siswa dalam memahami penjelasan kita dan keragaman lainnya tidak lain semua telah diatur oleh Tuhan yang maha kuasa. Ikhlas dalam menerima takdir kekuasaan Allah ini juga harus disertai ikhtiar dan doa guru yang terpanjatkan tanpa putus asa untuk anak-anak didiknya. Guru saat mengajar dan menjelaskan materi-materi pelajaran bisa diibaratkan menyirami siswa dengan tetesan-tetasan air jernih, dan dari sekian tetesan-tetesan tersebut, diharapkan ada satu tetes yang menetes dalam diri pemahaman siswa yang akan membuka cakrawala ilmu-ilmu dan nasib baiknya dimasa depannya kelak. Karena banyak ditemukan para pejabat tinggi yang dahulu sekolahnya biasa-biasa saja, ditemukan para pengusaha sukses juga prestasi sekolahnya biasa-biasa saja.
Selain Ikhlas ini, guru juga harus bersikap tanggap cepat terhadap peraturan yang telah digariskan oleh pemerintah. Tanggap dan cepat ini misalkan dalam hal pelaporan dan pengisian data-data dengan aplikasi-aplikasi online kementerian. Jangan mengerjakan diakhir-akhir waktu deadline pelaporan. Hal ini mengingat bahwa saat ini kita telah masuk dalam era revolusi Industri. Dalam menghadapi era revolusi Industri 4.0 ini kita juga harus ikhlas menjalani aturan-aturan yang menggunakan layanan online, ikhlas dalam artian tidak membenci atura tersebut tetapi menerimanya sebagai bentuk kemudahan-kemudahan teknologi yang canggih. Misalkan, saat ini pelaporan data ujian siswa bisa dilakukan dari rumah, tanpa harus datang ke Semarang atau Jakarta.
Keikhlasan guru ini juga berkaitan dengan honor yang diterimanya, jangan kemudian kita sebagai guru menghitung-hitung seperti layaknya para pedagang menghitung untung dan rugi. Yang harus diingat dan dijadikan prinsip adalah bahwa rizki datang bukan hanya dari honor sekolah saja. Sepanjang dalam menjalankan guru benar-benar ikhlas karena Allah mengajarkan ilmu kepada anak, maka rizki akan datang min haisu la yahtasib (dari arah yang tidak disangka-sangka). Hal ini telah dicontohkan dengan pengalaman bapak ibu guru kita sebelum kita.
Untuk menguatkan keikhlasan, Guru dapat mengasah jiwa entrepreneur atau jiwa kewirausahaannya. Yakni, untuk menambah penghasilan, guru bisa membuat kegiatan-kegiatan kewirausahaan diluar jam kerja, misalkan dengan berdagang, membuka toko kerajinan, atau kegiatan ekonomi lainnya. Kegiatan kewirausahaan diluar jam sekolah ini, selain menambah penghasilan guru, juga bisa menguatkan keikhlasan guru dalam menjalankan profesi gurunya. Namun, kegiatan kewirausahaan ini juga jangan sampai melalaikan tugas guru untuk mendidik dan mendampingi belajar anak-anak disekolah. Jiwa kewirausahaan ini juga pernah dicontohkan Nabi Muhammad, ketika mudanya beliau menjadi pedagang yang terpercaya.
Terakhir, salah satu indikator guru yang ikhlas adalah tidak sombong. “Jika bukan karena saya yang mengajar, ia tidak akan sesukses itu”, adalah kalimat yang mengindikasikan ada kesombongan dalam diri guru. Kalimat tersebut menafikan takdir Allah bahwa segala kesuksesan setiap individu adalah bagian dari takdir Allah, peran guru dalam kesuksesan siswa-siswinya sangat kecil dihadapan Allah. Disinilah, guru yang ikhlas akan diuji dengan munculnya sifat sombong atas kesuksesan siswa-siswinya. Rendah hati dan keyakinan akan takdir Allah adalah sikap terbaik untuk tetap menjadi guru yang ikhlas.
*Disarikan dari ceramah inspiratif Seminar Pendidikan YPI Sultan Agung Kebumen “Strategi Pembelajaran Madrasah di Era Industri 4.0”, Hari Sabtu, 6 Januari 2019.
Social Profiles